Ada sebuah cerita seorang anak muda yang belum lama mendalami Islam. Dalam mendalami Islam, pemuda itu tidak belajar ke ahlinya langsung, tetapi pemuda tersebut belajar melalui diskusi-diskusi tentang Islam di kampusnya.
Pada suatu hari setelah berdiskusi tentang doa kepada orang yang telah mati, pemuda tersebut mengambil kesimpulan bahwa yang dilakukan orang-orang mendoakan orang mati yang bukan siapa-siapanya itu tidak akan sampai doanya. Pemuda tersebut lalu mendatangi salah satu ustad di kampungnya yang selama ini sering mengajak berdoa untuk orang yang telah mati lewat acara tahlilan 7 hari, 60 hari, 100 hari dan seterusnya.
Pemuda : “Assalamualaikum,”
Ustad : “Waalaikumsalam, silakan masuk,”
Pemuda : “Pak Ustad, saya mau protes,”
Ustad : “Silakan anak muda,”
Pemuda : “Pak, kenapa Bapak sering mendoakan orang-orang yang telah mati? Padahal doa kepada orang yang telah mati itu doanya tidak pernah dan tidak akan sampai,”
Ustad : “Kata siapa doanya tak akan sampai?”
Pemuda : “Yah, doa itu tak akan sampai kecuali kalau kita punya hubungan dengan orang yang mati tersebut, seperti hubungan anak dan orang tua, itu baru doanya bisa sampai,”
Ustad : “Masa iya seperti itu?”
Pemuda : “Iya seperti itu,” (sangat yakin)
Ustad : “Okelah, sekarang gampangnya gini aja, saya tanya, dikeluarga kamu ada yang sudah meninggal?”
Pemuda : “Ada, kenapa?”
Ustad :”Gapapa, siapa?”
Pemuda : “Bapak saya,”
Ustad :”Baiklah, Ya Allah, semoga bapaknya pemuda ini disiksa di akherat, jangan berhenti siksanya, akan kulafalkan doa ini setiap selesai sholat”
Pemuda :”Lho kok Bapak seperti itu, mendoakan yang jelek-jelek tentang ayah saya,”
Ustad : “Tenang saja, seperti apa yang telah kamu katakan tadi, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan kamu apalagi bapakmu, jadi doaku ini tak akan sampai,”
Pemuda : “@#$%^&*()”
0 komentar:
Posting Komentar