Ada salah satu pepatah mengatakan, bahwa
mulutmu harimaumu. Pepatah lain mengatakan diam adalah emas. Bagi umat Islam,
salah satu hadis juga menerangkan bahwa lebih baik diam daripada ngomong yang
tidak ada gunanya.
Beberapa pepatah itu mengindikasikan bahwa
dalam hidup bermasyarakat, manusia harus berhati-hati dalam berbicara, jangan
asbun (asal bunyi). Perlu dipikirkan dengan sebenar-benarnya apa yang mau
dikeluarkan dari mulut. Danjika sekiranya tidak mampu menjaga ucapan lebih baik
diam.
Dalam budaya Jawa, ada salah satu trik
atau cara agar manusia menjaga bicaranya. Tata aturan dalam berbicara ini
termaktub dalam filsafat Tri Mangulah. Tri Mangulah terdiri atas 3 jenis, yaitu
:
1.
Muna : menawi badhe gineman mikir rumiyin pundi
tembung ingkang trep. (Kalau akan berbicara berpikir dulu apa yang akan
dikatakan dan apa perlu dibicarakan)
2. Muni : tembung ingkang sampun dipun pilih, lajeng
dipun damel ukara lajeng dipun wayahaken. Setelah berpikir apa yang
akan dikatakan, selanjutnya adalah memilih kata yang tepat dan pas untuk
mengatakan apa yang sudah dipikirkan tadi. Dengan memikirkan benar-benar kata
yang akan digunakan untuk berbicara, diharapkan perkatakan yang kita ucapkan
pesannya bisa tersampaikan dengan baik dan tidak akan menyakiti perasaan orang
lain.
3. Makerti : solah bawa ingkang jumbuh kalihan sinten
rikala gineman. Ketika akan berbicara, orang Jawa tidak hanya
memperhatikan perkataannya saja, tapi juga harus memperhatikan tingkah lakunya.
Gestur atau gerak-gerik tubuh kita juga harus diperhatikan, tidak boleh sok
bergaya atau berlagak pintar. Serta kita juga harus melihat dan memperhitungkan
dengan siapa kita berbicara.
Begitulah filsafat
manusia yang harus diperhatikan ketika hendak berbicara. Jika setiap manusia di
dunia ini memeperhatikan filsafat Jawa tri mangulah ini, niscaya setiap perkataan
yang keluar dari mulut manusia akan mempunyai nilai kebaikan dan tidak akan
menyakiti perasaan orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar