Ebeg dari Dusun Dirun, Singamerta, Sigaluh |
Pernah mendengar kesenian ebeg atau embeg? Barangkali belum, nama kesenian
tersebut memang kurang tenar dibandingkan dengan nama kesenian sejenis seperti
kuda lumping atau kuda kepang, ataupun jathilan yang terkenal diwilayah Jogja
dan sekitarnya. Namun pada dasarnya, Ebeg atau embeg tidaklah jauh berbeda
dengan kuda lumping ataupun jathilan. Bahkan bisa disebut kuda lumping versi
Banyumasan. Istilah ebeg atau embeg ini berkembang di wilayah Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan sekitarnya.
Nama Ebeg atau embeg sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa, Ebleg.
Ebleg punya arti lumping atau anyam-anyaman yang terbuat dari bambu. Bagi orang
dulu, ebleg ini biasanya digunakan sebagai pagar rumah.
Ada beberapa
versi mengenai sejarah asal usul kesenian ebeg ini. Ada yang menjelaskan bahwa ebeg dulunya adalah kesenian atau
tarian yang
menggambarkan latihan perang prajurit Mataram ketika melawan penjajahan Belanda. Latihan perang yang dilakukan para prajurit itu kemudian dimodifikasi oleh seniman untuk
mengobarkan semangat perlawan rakyat serta untuk
membumbungkan optimisme rakyat agar tetap
semangat melawan penjajah. Sementara versi kedua
menjelaskan bahwa ebeg dahulunya
merupakan tarian sakral yang biasa diikut sertakan dalam upacara keagamaan.