Ujungan
adalah tradisi yang dilakukan dua orang yang dengan sengaja diadu untuk
berusaha saling pukul-memukul dengan mempergunakan tongkat yang terbuat dari
rotan. Tradisi
ini dulu banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten
Banyumas dan Kabupaten Banjarnegara yang digelar dimusim
kemarau yang berkepanjangan dengan tujuan untuk memohon turunnya hujan kepada
Tuhan YME. Tongkat
pemukul terbuat dari rotan yang diameternya sebesar ibu cari kaki dewasa dengan
panjang sekitar 80 cm.
Sejarahnya,
konon ujungan ini bermula dari suatu peristiwa cekcok mulut antara para among
tani yang kadang-kadang sampai berujung pada bentrok fisik. Cekcok yang
berujung pada bentrok fisik itu terjadi karena perebutan air pada musim kemarau
panjang. Pada suatu ketika, para among yang bentrok memperebutkan air ini
dibawa kepengadilan desa dan diadili oleh seorang demang. Oleh demang itu
justru disuruh melakukan sabetan (ujungan) saja, harapannya dengan demikian
Tuhan merasa belas kasihan dan segera menurunkan hujan.
Tradisi
ini juga menggunakan iringan musik meski sederhana. Iringannya menggunakan alat
musik seperti : kendang, kempul, saron, saron, serta kadang melibatkan sinden
juga.
Dalam
tradisi ini dibutuhkan seorang wasit sebagai penengah yang dibantu oleh 2 orang
welandang. Welandang ini dibekali rotan pemukul (rancak) dan berputar-putar
mencari penonton yang jago-jago untuk diadu. Orang atau penonton yang siap
tanding nantinya mengambil rancak yang dibawa oleh welandang, dan oleh
welandang nantinya dibimbing untuk memasuki arena. Namun penonton atau orang
pilihan welandang ini belum tentu akan bertanding, karena sebelum bertanding, penonton
akan menentukan seseorang pilihan welandang tersebut mampu dipertandingkan atau
tidak. Kalau penonton menganggap mampu, maka pertandingan bisa dilangsungkan,
sementara jika suara penonton menganggapnya tidak mampu, maka orang tersebut
batal bertanding, dan digantikan
dengan orang lain juga pilihan dari welandang.