Senin, 16 November 2015

SEJARAH RSUD BANJARNEGARA

RSUD Hj. Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking
Nama Soemitro Kolopaking tidaklah asing ditelinga masyarakat umum khususnya masyarakat Banjarnegara. Selain sebagai mantan Bupati yang pernah berjasa ikut membangun Banjarnegara antara rentang tahun 1927 - 1945, beliau juga merupakan tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia, karena tercatat namanya pernah menjadi salah satu anggota dari BPUPKI.
Lalu bagaimana dengan nama Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking? Anna Lasmanah merupakan istri dari Bupati Soemitro Kolopaking. Sehingga nama Soemitro Kolopaking mengekor dibelakang nama aslinya.

Sabtu, 14 November 2015

PENAMAAN SUNGAI SERAYU

Salah satu view Sungai Serayu
Sungai Serayu adalah salah satu sungai terbesar yang mengalir di sepanjang Kabupaten Banjarnegara. Hulunya berada di pegunungan Dieng, sementara hilirnya ada di laut selatan Kabupaten Cilacap. Menurut penuturan dari sebagian masyarakat, bahwa nama Serayu diberikan oleh Sunan Kalijaga. Sebagai seorang Sunan yang memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Tanah Jawa, Sunan Kalijaga sering menghabiskan waktunya untuk melakukan pengembaraan, dan tinggal dari tempat satu ke tempat lainnya tidak lain dan tidak bukan untuk menyebarkan agama islam.
Suatu ketika sampailah Sunan Kalijaga pada sebuah sungai dengan arus yang ders dan curam. Ketika itu perjalanannya terpaksa berhenti dan beristirahat. Disaat sedang beristirahat, Sunan Kalijaga menyaksikan kepala perempuan berwajah cantik yang muncul tiba-tiba di tengah permukaan sungai.

Selasa, 10 November 2015

ADIPATI URANG JAYA MERDEN

Cungkup Makam Adipati Urang Jaya
Koordinat : 7°28'22.9"S 109°32'35.3"E
Di Desa Merden terdapat jalan bernama Urang Jaya. Karang taruna pemuda Merden juga dinamakan Urang Jaya. Stadion atau lapangan sepakbola yang ada di desa Merden juga bernama Urang Jaya, lantas siapakah Urang Jaya?
Menurut cerita warga sekitar, Urang Jaya atau Adipati Urang Jaya dahulu merupakan tokoh berpengaruh di Merden. Makamnya dikeramatkan. Lokasi makamnya berada di pasar Merden ke selatan, sebelum sampai turunan yang kanan kirinya makam, belok ke timur masuk gank kecil. Masuk terus mengikuti gank kecil tersebut sampai mentok, lalu jalan kaki menuju kea rah sungai, lokasi makamnya ada di tepi sungai.

Senin, 09 November 2015

MONUMEN TUGU MAKHLANI SUSUKAN

Monumen Tugu Makhlani
Selain terdapat di Desa Bandingan Kecamtan Sigaluh, monumen bertemakan perang gerilya juga terdapat di kecamatan Susukan. Lokasinya di desa Susukan tepatnya di sebelah selatan jalan raya Banyumas-Banjarnegara. Monumen ini sebagai tanda dilokasi tersebut dulunya menjadi salah satu tempat pertempuran perang gerilya yang dipimpin oleh Letda Makhlani.
Dalam prasasti yang tertulis di badan monumen diceritakan bahwa dilokasi tersebut dulu terjadi peristiwa penyergapan pos anjing NICA tentara Belanda oleh pasukan gabungan seksi Gembong Singo Yudho pimpinan Letda Makhlani yang terjadi pada tanggal 4 April 1949 jam 16.00. dari peristiwa tersebut, 2 orang tentara Belanda berhasil tertawan dan berhasil merampas 2 pistol mitraliur serta 5 senapan. Monumen ini sendiri diresmikan pada 22 Agustus 1987.

Rabu, 04 November 2015

MASJID AT-TAQWA GUMELEM

Masjid At-Taqwa tampak depan
Salah satu saksi sejarah wilayah Kademangan Gumelem yang masih tegak berdiri yaitu Masjid At Taqwa. Meskipun dari sisi kemegahan, bangunan masjid ini banyak yang mengalahkan, keberadaan Masjid Jami At Taqwa atau yang sering disebut Masjid Agung Gumelem, Kecamatan Susukan tidak akan dilupakan orang. Selain berperan besar dalam pengembangan agama Islam di wilayah Gumelem dan Banjarnegara pada umumnya, masjid berukuran 12×20 meter yang berada di Dusun Kauman Desa Gumelem Kulon memiliki sejumlah keunikan.
Masjid Besar Kauman atau sekarang bernama Masjid At Taqwa ini dibangun pada tahun 1670 oleh salah seorang Demang bernama Nur Daiman (Anak dari Nur Sulaiman; yang membangun Masjid Agung Banyumas). Diperkirakan, masjid tersebut juga dibangun atas inisiatif para wali, bahkan ada yang mengatakan pembangunan Masjid At-Taqwa bersamaan dengan pembangunan masjid Agung Demak.

Rabu, 28 Oktober 2015

EBEG BANYUMASAN

Ebeg dari Dusun Dirun, Singamerta, Sigaluh
Pernah mendengar kesenian ebeg atau embeg? Barangkali belum, nama kesenian tersebut memang kurang tenar dibandingkan dengan nama kesenian sejenis seperti kuda lumping atau kuda kepang, ataupun jathilan yang terkenal diwilayah Jogja dan sekitarnya. Namun pada dasarnya, Ebeg atau embeg tidaklah jauh berbeda dengan kuda lumping ataupun jathilan. Bahkan bisa disebut kuda lumping versi Banyumasan. Istilah ebeg atau embeg ini berkembang di wilayah Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan sekitarnya.
Nama Ebeg atau embeg sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa, Ebleg. Ebleg punya arti lumping atau anyam-anyaman yang terbuat dari bambu. Bagi orang dulu, ebleg ini biasanya digunakan sebagai pagar rumah.
Ada beberapa versi mengenai sejarah asal usul kesenian ebeg ini. Ada yang menjelaskan bahwa ebeg dulunya adalah kesenian atau tarian yang menggambarkan latihan perang prajurit Mataram ketika melawan penjajahan Belanda. Latihan perang yang dilakukan para prajurit itu kemudian dimodifikasi oleh seniman untuk mengobarkan semangat perlawan rakyat serta untuk membumbungkan optimisme rakyat agar tetap semangat melawan penjajah. Sementara versi kedua menjelaskan bahwa ebeg dahulunya merupakan tarian sakral yang biasa diikut sertakan dalam upacara keagamaan.

Kamis, 22 Oktober 2015

KISAH KI AGENG SUTANALA MERDEN

Gerbang Makam Ki Ageng Sutanala
Berbicara tentang Merden adalah berbicara tentang sejarah, dimana menurut sejarah, pada awalnya Merden adalah sebuah kademangan yang secara pemerintahan bertanggungjawab langsung kepada penguasa Kerajaan Mataram. Sementara perkembangannya sekarang, Merden hanyalah sebuah desa. Desa Merden ini secara administratif masuk kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara.
Merden ini pernah menjadi bagian dari Kadipaten Wirasaba. Namun saat Wirasaba dipimpin Adipati Wargo Utomo II, beliau mengumumkan kebijakannya yang sangat terpuji, yaitu membagi wilayah kadipaten Wirasaba menjadi 4 wilayah kadipaten yang dibagikan pada saudara-saudara iparnya, yaitu :
1.      Daerah Wirasaba diserahkan kepada Ngabehi Wargi Wijaya putra No.3;
2.      Daerah Merden dengan wilayah ex Kawedanan Purworejo Klampok, diserahkan pada Wiro Kusumo putra No. 2 alian Ki Gede Senon;
3.      Daerah Banjar Petambakan diserahkan pada Wirayuda putra No. 4;
4.      Daerah Kejawar dikuasai oleh Joko Kaiman (Wargo Utomo II). Daerah ini merupakan cikal bakal Kabupaten Banyumas tahun 1585 dengan sebutan Adipati Mrapat.

Sejarah panjang daerah Merden ini mencatatkan salah satu tokohnya bernama Ki Ageng Suta. Ki Ageng Suta merupakan seorang pemimpin yang sombong. Ia membuat rekayasa untuk merebut kademangan Merden dari Raden Sutawijaya. Caranya dengan membuat rekayasa agar Raden Sutawijaya magang di Keraton Surakarta, sehingga Kademangan yang kosong ditinggalkan Raden Sutawijaya dititipkan ke Ki Ageng Suta.

Kamis, 15 Oktober 2015

KESENIAN JEPIN

Jepin saat Parade Budaya Banjarnegara 2014
Kesenian Jepin merupakan salah satu kesenian yang berkembang di Kabupaten Banjarnegara. Jepin ini termasuk kesenian yang bernafaskan islam.
Menurut sejarahnya kesenian Jepin yang bernafaskan Islam ini lahir pada masa penjajahan Jepang. Kesenian ini awalnya diberi nama Rodad dan Cimoi, karena pakaian-pakaian kesenian Rodad dan Cimoi dirampas oleh penjajah Jepang maka kesenian tersebut berubah nama menjadi Jepin.
Jepin berasal dari kata Je dan Pin yang dapat diartikan Je berarti Jaman Pin berarti pindahan, atau Je berarti jaman Pin berarti penjajahan, dan Je berarti jaman Pin berarti dijajah Jepang.
Dilihat dari sajian keseniannya, Jepin menggambarkan olah kanuragan Beladiri pada waktu jaman serdadu Jepang. Gerakan-gerakan yang digunakan adalah gerakan dasar pencak silat pada jaman dulu yang terdiri dari 20 jurus, serta dari pola lantainya menampakkan pejuang yang sedang baris- berbaris.

Senin, 12 Oktober 2015

TUGU BATAS PERJANJIAN RENVILLE

Tugu Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Dinamakan Perjanjian Renville karena diambil dari nama kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda. Kala itu Kapal perang USS Renville berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya.

Senin, 05 Oktober 2015

SEJARAH ADIPATI MANGUNYUDO SEDOLOJI

Makam Sedoloji Sebelum Dipugar
Adipati Magunyudo Sedo Loji adalah anak dari R. Banyakwide serta cucu dari R. Tumenggung Mertoyudan (Bupati Banyumas IV). Pada masa pemerintahan Yudonegoro I, R. Banyakwide diangkat sebagai Kliwon (Patih) di Kadipaten Banyumas, meskipun diangkat sebagai Kliwon di kadipaten Banyumas, R. Banyakwide tetap berdomisili di Banjar Petambakan hingga akhirnya beliau diangkat menjadi Adipati Banjar Petambakan.
Sepeninggal R Banyakwide, tampuk kepemimpinan Kadipaten Banjar Petambakan digantikan oleh R. Mangunyudo, disinilah awal mula pemberontakan-pemberontakan Adipati Mangunyudo I terhadap penjajahan Kolonial Hindia Belanda.
Salah satu peristiwa paling besar yang melibatkan Adipati Mangunyuda adalah peristiwa Geger Pecinan. Geger Pacinan adalah tragedi pemberontakan Bangsa Tionghoa kepada VOC Hindia Belanda. Ketika terjadi geger Pacinan di Kartosuro itu, mataram Kartosuro dipimpin oleh Paku Buwono II. Sementara Kadipaten Banjar Petambakan waktu itu dibawah pimpinan R Ngabehi Mangunyudo yang bergelar Hadipati Mangunyudo I. Kala itu,  R Ngabehi Mangunyudo mendapatkan perintah dari Paku Buwono II untuk membantu menghancurkan loji (Benteng) VOC di Kartosuro tapi dengan satu syarat agar ia tidak membunuh pasangan suami isteri orang Belanda yang berada di Loji paling atas.

Jumat, 02 Oktober 2015

EKS KAWEDANAN PURWAREJA-KLAMPOK

Pendapa Eks Kantor Kawedanan
Di masa kolonial, sistem pemerintahan daerah tidaklah seperti sekarang ini. Dalam model pemerintahan Kolonial, terdapat model Kawedanan. Pemangku wilayahnya disebut Wedana. Kawedanan ini strukturnya di bawah Kabupaten, dan diatas Kecamatan. Seperti semacam kumpulan KecamatanBentuk pemerintahan Kawedanan ini pernah ada di Kabupaten Banjarnegara. Bekas Kawedanan tersebut salah satunya adalah Kawedanan Purwareja-Klampok.
Nama Purwareja-Klampok sekarang menjadi nama salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara. Letaknya berada di bagian barat, tepat berada di jalan raya penguhubung Banyumas-Banjarnegara.
Banyak bangunan peninggalan kolonial di Kecamatan ini. Menurut sejarah yang didapat dari berbagai sumber, Purwareja-Klampok dulunya merupakan kota yang sibuk dan ramai. Salah satu bukti keramaian wilayah ini, dulu pernah berdiri sebuah pabrik gula, namun sekarang pabrik gula tersebut sudah mati.

Jumat, 25 September 2015

EKS STASIUN DI KABUPATEN BANJARNEGARA

Eks Stasiun Banjarnegara
Pemerintah melalui Dishubkominfo Jawa Tengah bersama dengan PT Kereta Api Indonesia dan Pemkab Pemkab Banyumas, Purbalingga,  Banjarnegara dan Wonosobo sedang berencana mengaktifan kembali jalur kereta api (KA) Purwokerto-Wonosobo yang sudah lama mati. Jalur kereta api ini pernah hidup di jaman kolonial, sebelum kemudian ditutup sejak tahun 1970-an. Rencana reaktivasi jalur KA Purwokerto-Wonosobo merupakan respons atas usulan dari Pemkab Wonosobo kepada Dishubkominfo Jateng.
PT KAI menghentikan operasional kereta penumpang jalur Purwokerto-Wonosobo sekitar tahun 1978. Di sepanjang jalur tersebut terdapat 12 stasiun serta beberapa titik perhentian kecil di Banjarnegara seperti di Gandulekor, Danaraja, Binorong, Pucang, Wangon, Sigaluh, Prigi, Bandingan dan Tunggoro. Dari 12 stasiun tersebut, 2 diantaranya berada di Kabupaten Banjarnegara, seperti apa kondisinya?

Rabu, 16 September 2015

MONUMEN PERJUANGAN PERANG GERILYA

Monumen Perang Gerilya
Pada tahun 1949, di Banjarnegara khususnya bagian selatan sering terjadi kerusuhan, sehingga keamanan masyarakatpun terganggu. Kerusuhan-kerusuhan tersebut diakibatkan oleh beberapa kelompok pemberontak lokal, disaat yang bersamaan sedang terjadi agresi militer Belanda yang ke II. Pada saat itu juga, Banjarnegara sudang berada dalam kekuasaan Belanda. Atas dasar itu, berdasarkan Surat Perintah Perwira Komando Distrik Militer Banjarnegara No. 19/1/49/LK tanggal 1 Februari tahun 1949, dibentuklah sebuah seksi khusus TNI yang bernama Pasukan Gabungan Seksi Gembong Singo Yudho. Seksi TNI ini mendapatkan tugas pokok dalam rangka pelaksanaan perang gerilya melawan Belanda dan mengatasi tindakan kriminilitas yang ada. Adapun petunjuk teknisnya sebagai berikut:

Rabu, 09 September 2015

MITOS WATU SILEMBU

Watu Silembu sebagian terpendam tanah
Watu Silembu, begitu warga sekitar menyebutnya. Watu Silembu ini lokasinya ada di Desa Karangjambe Kecamatan Wanadadi. Batu ini berbentuk persegi panjang agak lonjong dengan bagian tengah yang agak cekung ke dalam. Sebagian dari batu ini sudah terpendam tanah dan diatasnya ditumbuhi pohon bambu, sementara sebagian lagi masih terlihat dan muncul dipermukaan.
Ada mitos yang berlaku terhadap batu ini. Konon, kalau batu ini diangkat atau dipindahkan, tanah yang ada disekitarnya akan longsor.

Selasa, 18 Agustus 2015

PUNDEN SUNAN KALIJAGA DI DUKUH ADISARA

Cungkup Petilasan Adisara
Nama Sunan Kalijaga bukanlah tokoh yang asing lagi di telinga umat islam di nusantara. Nama kecilnya Raden Syahid merupakan salah satu wali sanga yang terpopuler di bumi nusantara, khususnya di tanah Jawa. Sunan Kalijaga sekaligus merupakan satu di antara tokoh Wali Sanga yang menjadi pengubung antara pandangan islam dan budaya Jawa.
Dan ditengah dakwah agama islamnya ini, ternyata Sunan Kalijaga sempat singgah di daerah Banjarnegara, tepatnya di daerah yang sekarang bernama Desa Glempang Kecamatan Mandiraja. Di daerah ini tepatnya di Dukuh Adisara ini, konon dulu Sunan Kalijaga sempat hidup dan menetap untuk menyebarkan ajaran agama islam.
Penamaan Adisara ini juga tak lepas dari pengaruh cerita Sunan Kalijaga ketika hidup menetap di dukuh ini. Dahulu ketika pertama kali datang ke dukuh ini, penduduk dukuh ini belum menganut agama islam. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga bermaksud menyebarkan agama islam di daerah tersebut. Dengan menggunakan sarana gong, Sunan Kalijaga mengumpulkan para warga.

Rabu, 12 Agustus 2015

CERITA SUNAN ANTASANGIN

Cungkup Makam Sunan Antasangin
Berlokasi di Dusun Ndagandari Desa Pagedongan Kabupaten Banjarnegara, terdapat sebuah pemakaman kuno, dimana di komplek pemakaman tersebut dimakamkan salah seorang Wali bernama Sunan Antasangin. Berdasarkan cerita yang didapat dari warga sekitar, Sunan Antasangin merupakan utusan dari Raden Patah untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Banjarnegara. Dusun Ndagandari Desa Pagedongan sendiri menurut riwayat, dulunya merupakan satu wilayah di Banjanegara yang terkenal sangat wingit atau angker. Oleh karena itu diutuslah Kanjeng Sunan Antasangin beserta Sunan Giri Kencana untuk menetap di dukuh ini.
Pada awalnya, sempat ada perlawanan dari tokoh local dukuh ini yaitu Joko Wenang. Konon Joko Wenang sempat mengajak adu kanuragan dengan kanjeng Sunan, akan tetapi akhirnya berhasil ditaklukan oleh Sunan Antasangin. Sejak itulah Joko Wenang mengakui kekalahannya serta bersedia menjadi murid dari Sunan Antasangin. Oleh karena itu, Joko Wenang dimakamkan tepat di depan makam Sunan Antasangin agar memberi kesan menjaga dan mengabdi selamanya kepada sang guru.

Sabtu, 08 Agustus 2015

MENGENAL BANJARNEGARA LEWAT PARADE SENI BUDAYA

Kesenian Thek-Thek atau Kentongan
Sebagai salah satu bentuk apresiasi kepada para seniman dan budayawan lokal, Pemkab Banjarnegara melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kembali menggelar sebuah pagelaran bertajuk Parade Seni Budaya tahun 2014. Penyelenggaraan tahun ini bukanlah yang pertama kalinya, melainkan sudah untuk kesekian kalinya. Penyelenggaraan yang pada tahun 2014 ini mengusung tema “Merawat Serayu, Merawat Peradaban” diikuti oleh ratusan bahkan ribuan seniman dan budayawan lokal dari berbagai kecamatan dan sekolahan di kabupaten Banjarnegara.
Acara Parade Seni Budaya ini bertempat di Alun-Alun Banjarnegara dan dilaksanakan mulai pukul 09.00 pagi. Berbagai macam kesenian khas Banjarnegara ditampilkan, seperti misalnya Kuda Kepang atau Ebeg, Thek-Thek atau Kentongan, dan lain sebagainya. Sebagai pembuka penampilan, diawali dengan atraksi kesenian dari 10 perwakilan sekolah setingkat SMA. Salah satu yang unik adalah penampilan dari SMA Negeri 1 Banjarnegara yang menyuguhkan Tari Panen Salak dimana salah satu yang menjadi perhatian adalah aksesorisnya yang berupa sebuah replika buah salak berukuran besar yang dari dalamnya keluar seorang putri cantik jelita dengan membawa baki berisi buah-buahan salak yang dibagikan kepada segenap tamu undangan. Alasan mengambil tema buah salak yaitu karena kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu penghasil buah salak.

Senin, 27 Juli 2015

ADIPATI WARGA UTAMA I

Makam yang berada dalam cungkup
Di desa Pekiringan Kecamatan Purworejo-Klampok terdapat komplek pemakaman kuno yang menurut Mbah Aidil sang juru kunci merupakan makam pendiri Banyumas yaitu Adipati Warga Utama I. Catatan sejarah Adipati Warga Utama I ini memang berkaitan erat dengan berdirinya Banyumas. Salah satu cerita mengenai Adipati Warga Utama I yang paling banyak beredar dimasyarakat khususnya masyarakat Banyumas adalah cerita tentang tragedi sabtu pahing. Bahkan dalam perjalanan Sejarah Banyumas sampai saat ini, hari sabtu pahing tersebut diyakini oleh sebagian warga Banyumas dan sekitarnya sebagai hari naas. Hari naas ini dimaknai masyarakat untuk tidak bepergian jauh, mendirikan bangunan rumah, sunatan, mantu dan mbesan, juga keperluan besar lainnya seperti penyelenggaraan Pilkades dan sebagainya.
Tragedi sabtu pahing merupakan kisah yang sangat memilukan yang menimpa Adipati Warga Utama I, sepulangnya dari Kasultanan Pajang. Tragedi ini menjadi cerminan betapa seorang pemimpin harus berhati-hati dalam bertindak dan tidak hanya mendengar laporan sepihak.

Selasa, 07 Juli 2015

MAKAM KEDUNGLUMBU MANDIRAJA


Cungkup Makam Kedunglumbu
Alkisah berawal sejak jaman Kerajaan Mataram. Kala itu hubungan antara Kerajaan Mataram dengan Kadipaten Pesanten sedang kurang baik. Hal ini disebabkan Sang Adipati Pesanten beberapa kali diundang dalam persidangan tidak hadir. Akhirnya Sang Adipati mendapat peringatan keras dari Kanjeng Sultan Mataram. Demi memperbaiki hubungan Kadipaten Pesantenan dengan Mataram, Sang Adipati pada suatu pisowanan hadir. Namun apa yang terjaadi? Rupa-rupanya para nayaka praja dan para kadang sentana mataram telah terlanjur kurang simpati terhadap Sang Adipati. Bahkan mereka menganggap sikap sang Adipati sebagai suatu pertanda ‘mbalela’. Maka tidak heran kalau kehadirannya di Mataram mendapat tanggapan dingin, bahkan mendapat ejekan yang menyakitkan hati.
Atas tanggapan tersebut, Adipati Pesantenan marah, terjadilah pertengkaran yang berakhir peperangan. Sudah barang tentu Sang Adipati tidak mampu menandingi prajurit Mataram yang jumlahnya sangat banyak. Mundurlah Ia dan hijrah menuju ke arah barat menuju ke daerah Banyumas. dan sampailah di daerah yang sekarang bernama Desa Kebanaran Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Di daerah ini beliau berganti nama menjadi Ki Ageng Penjawi. Kemudian beliau dikenal juga dengan nama Kyai Kedung Lumbu karena bertempat tinggal di Dukuh Kedunglumbu Desa Banaran Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Di daerah tersebut, beliau terkenal menjadi orang berilmu dan sering berbagi ilmu kepada masyarakat sekitar. Sampai akhirnya beliau meninggal dunia di lokasi tersebut, dan dimakamkan juga dilokasi tersebut dengan nama pemakaman kedunglumbu.

Selasa, 30 Juni 2015

BERNYAMAN-NYAMAN DI JAWA TENGAH

Tugu Poci Slawi dengan Latar Gunung Slamet
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi yang terletak di bagian tengah pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, serta Laut Jawa di sebelah selatan. Luas wilayahnya 34.548 km², atau sekitar 28,94% dari luas pulau Jawa. Letaknya yang sangat setrategis yaitu di tengah pulau Jawa inilah yang membuat Jawa Tengah selalu ramai dikunjungi oleh banyak orang dengan tujuannya masing-masing, ada yang untuk berbisnis, bersekolah atau kuliah, ataupun bahkan yang hanya singgah sebentar alias numpak lewat saja.
Menyadari akan potensi keramaian Jawa Tengah, Pemerintah Daerah bersama masyarakat berbenah. Berharap Jawa Tengah dapat menyabut para tamunya dengan lebih baik dan membuat mereka nyaman, seraya mengais rupiah dari para tamu tersebut.
Salah satu usaha yang dilakukan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam menyambut para tamunya itu yaitu dengan membranding wilayah kabupaten/kota masing-masing dengan menghadirkan tempat-tempat wisata yang menarik. Untuk daerah yang punya potensi alam, mereka melengkapinya dengan fasilitas-fasilitas agar membuatnya semakin nyaman, sementara untuk yang mungkin alamnya kurang bisa “dijual”, mereka berinvestasi dengan membuat destinasi-destinasi wisata yang tidak kalah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Semua berlomba-lomba membranding daerahnya untuk menarik dan nyaman dikunjungi.

Selasa, 23 Juni 2015

Makam KRA Dipodiningrat

Cungkup Makam
Makam KRA Dipodiningrat berada di Kelurahan Kota Banjarnegara. Tepatnya berada di belakang Masjid Agung An-Nur Banjarnegara. Kondisinya masih bagus dan terawat. Saat saya datangi, Sang Juru Kunci sedang bersih-bersih dilokasi makam.

Kamis, 04 Juni 2015

KOMPLEKS PEMAKAMAN PURBAYASA

Gerbang Masuk Makam
Kompleks Pemakaman Purbayasa berada di koordinat 7°23'40.3"S 109°40'00.6"E. Lokasi makam ini berada di Desa Pucang Kecamatan Bawang. Kompleks pemakaman ini berdiri diatas tanah seluas 2 Ha. Beberapa tokoh yang dimakamkan disini adalah :
a.       Raden Tumenggung Dipoyuda
Raden Tumenggung Dipoyudo merupakan Bupati Banjarnegara yang pertama. Beliau menjabat Bupati dari 1831 sampai tahun 1846. Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui.
Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika dia harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu. Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara : Kota).

Senin, 18 Mei 2015

KYAI AGENG MALIU

Cungkup Makam Kyai Maliu
Di daerah Dusun Pekuncen Desa Banjarmangu Kecamatan Banjarmangu terdapat makam bersejarah yang konon menurut cerita masyarakat sekitar merupakan makam salah satu tokoh pendiri Banjarnegara. Tokoh yang dimaksud adalah Ki Ageng Maliu. Ki Ageng Maliu merupakan pendiri awal Banjarnegara sebelum menjadi Kabupaten Banjarnegara seperti sekarang ini.
Riwayat berdirinya Kabupaten Banjarnegara disebutkan bahwa seorang tokoh masyarakat yang bernama Kyai Maliu sangat tertarik akan keindahan alam di sekitar Kali Merawu selatan jembatan Clangkap. Keindahan tersebut antara lain karena tanahnya berundak, berbanjar sepanjang kali. Sejak saat itu, Kyai Maliu kemudian mendirikan pondok/rumah sebagai tempat tinggal yang baru. Dari hari ke hari kian ramai dengan para pendatang yang kemudian mendirikan rumah disekitar tempat tersebut sehingga membentuk suatu perkampungan. Kemudian perkampungan yang baru dinamai “BANJAR” sesuai dengan daerahnya yang berupa tanah yang berpetak-petak dan berbanjar-banjar. Atas dasar musyawarah penduduk desa baru tersebut Kyai Maliu diangkat menjadi Petinggi (Kepala desa), sehingga kemudian dikenal dengan nama “Kyai Ageng Maliu Pertinggi Banjar”. Nah, desa Banjar yang dipimpin Ki Ageng Maliu ini yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya Kabupaten Banjarnegara.

Kamis, 07 Mei 2015

MENGENAL DIENG LEWAT MUSEUM KAILASA

Museum Kailasa Dieng
Berbicara mengenai dataran tinggi Dieng, pasti tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang hawa yang dingin, candi-candi hindu, serta keadaan alam yang indah. Namun Dieng tidak hanya itu, ada satu tidak boleh luput dibicarakan, yaitu Museum Kailasa.
Museum Kailasa terletak di kompleks Gedung penyimpanan Arca milik Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Lokasi museum ini berada di seberangCandi Gatotkaca, Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Penamaan “Kailasa” diambil dari nama tempat tinggal Dewa Siwa, yaitu di Gunung Kailasa.
Museum ini mempunyai 2 buah gedung. Gedung pertama merupakan gedung lama yang hingga kini masih dipertahankan sebagai ruang transisi dan penyimpanan arca. Sementara untuk gedung kedua yang berbentuk setengah lingkaran letaknya berada dibelakang gedung lama.

Rabu, 29 April 2015

ASAL NAMA DESA KANDANGWANGI

Umpak yang Konon Dulu Diatasnya Berdiri Kandang (Gubug) Berbau Harum
Desa Kandangwangi berlokasi di Kecamatan Wanadadi Kabupaten Banjarnegara. Konon pada masa kerajaan mataram di perintah oleh Sultan Amangkurat II, wilayah kerajaan ini sangat luas, seluruh daratan Jawa Tengah dan Jawa Timur dan meliputi hampir sebagian besar kepulauan nusantara.
Di daerah banyumas khususnya di bagian timur ada dua kadipaten yang berbatasan dengan sungai serayu. Sebelah selatan sungai serayu terdapat Kadipaten Tonjong yang saat itu di perintah oleh seorang adipati muda bernama Adipati Surya Kusuma yang masih berstatus jejaka.
Sedangkan di sebelah utara sungai serayu membentang Kadipaten Cengkalsewu yang pada masa itu di perintah oleh Adipati Sabuk Mimang yang sudah mempunyai seorang permaisuri dan memiliki seorang ptri yang cantik jelita bernama Putri Mayangsari.
Pada saat itu terdapat sebuah padepokan yang bernama Padepokan Lumbir yang di pimpin oleh Panembahan Lumbir yang terkenal sakti dan memiliki banyak murid,letak padepokan ini kira-kira berada di Lumbir (sekarang wilayah Tapen) yang pada saat itu masuk dalam wilayah kadipaten cengkalsewu.
Sedangkan Panembahan Lumbir adalah guru dari Adipati Tonjong, dan sebagai murid yang bergelar adipati, maka Adipati Tonjong menjadi murid kesayangan beliau, perhatian Sang Panembahan Lumbir kepada Adipati Tonjong semakin besar setelah beliau mengetahui bahwa Adipati Tonjong mencintai putri tunggalnya,kemudian peminanganpun di langsungkan dan putri Panembahan Lumbir menjadi permaisuri Adipati Tonjong.
Setelah perkawinan dilaksanakan, ternyata Adipati Cengkalsewu yang sudah beranak istri diam-diam menaruh hati pada istri Adipati Tonjong, maka Adipati Cengkalsewu mencari dalih agar bisa merebut istri Sang Adipati Tonjong.
Pada waktu Sultan Amangkurat II mengadakan sidang paripurna yang dihadiri oleh seluruh Mentri, Adipati, dan Manggalayuda,pada saat itu Adipati Tonjong tidak bisa hadir dan mengutus Patih Wirapati sebagai wakilnya. Begitupun dengan Adipati Cengkalsewu yang juga tidak hadir dan mengutus Patih Sabuk Galeng sebagai wakilnya.
Dalam Pasewakan Agung tersebut alangkah terkejutnya Sultan Amangkurat II ketika Sabuk Galeng melaporkan berita bahwa sebenarnya Adipati Tonjong tidak bisa hadir dalam rapat karena Adipati Tonjong ingin memberontak. Sultan Amangkurat II yang sangat murka setelah mendengar berita tersebut langsung menitahkan pasukan Mataram untuk menumpas Kadipaten Tonjong,Patih Wirapati yang mendengar titah baginda tersebut langsung pergi tanpa izin menuju Kadipaten Tonjong dan melaporkanya pada Adipati Tonjong.

Senin, 20 April 2015

SURGA TERSEMBUNYI DI GIRITIRTA PEJAWARAN

Curug Genting
Berbicara mengenai wisata di Banjarnegara, kebanyakan orang akan menyebutkan Dieng, atau mungkin beberapa lagi menyebutkan Serulingmas atau Selomanik. Kedua obyek wisata tersebut memang sudah banyak dikenal orang, hampir disetiap musim libur, kedua destinasi tersebut selalu diserbu warga masyarakat untuk sekedar melepaskan penat rutinitas yang kadang menjemukan. Bahkan terkhusus untuk Dieng, destinasi ini konon sudah sangat terkenal se-Indonesia Raya dengan eksotisisme keragaman budaya, keindahan alam, dan sejarah peradaban yang terdapat disana.
Namun ternyata Banjanegara tidak hanya memiliki itu. Dengan bentangan alam yang mayoritas berupa pegunungan, Banjarnegara memiliki banyak destinasi wisata alam yang sungguh mempesona dan belum banyak diketahui orang. Salah satunya yaitu yang berada di Desa Giritirta, Kecamatan Pejawaran.
Di desa yang berlokasi kurang lebih 35 km ke arah utara dari pusat kota Banjarnegara ini, bahkan tidak hanya terdapat satu destinasi saja, melainkan tiga sekaligus. Dalam satu lokasi yang terpisah tidak terlalu berjauhan, wisatawan bisa menikmati 3 pesona sekaligus, yaitu ada 2 curug atau air terjun, serta 1 sumber air panas.