Selasa, 25 November 2014

LEGENDA ANAK RAMBUT GIMBAL DIENG

Dieng dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa, aura mistis dan berbagai mitos masih sangat kental terasa dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satunya yang paling menarik adalah fenomena anak gimbal ini. Anak gimbal Dieng terlahir normal, sama dengan anak-anak yang lainnya. Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah gimbal dengan sendirinya. Berbagai penelitian untuk menyelidiki penyebabnya secara ilmiah belum membuahkan hasil.
Pada kesehariannya anak-anak ini tidak berbeda dan tidak diperlakukan spesial dibandingkan teman-teman sebayanya. Hanya saja mereka cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila bermain dengan sesama anak gimbal, pertengkaran cenderung sering terjadi antara mereka. Warga Dieng percaya bahwa mereka ini adalah keturunan dari pepunden atau leluhur pendiri Dieng dan ada makhluk gaib yang "menghuni" dan "menjaga" rambut gimbal ini.
Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan secara turun temurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon leluhur pendiri Dieng, Ki Ageng Kaladite pernah berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki rambut gimbal.
Rambut gimbal tidak akan selamanya berada di kepala si anak gimbal. Melalui sebuah prosesi, rambut ini harus dipotong karena ada kepercayaan bahwa jika dibiarkan hingga remaja maka akan membawa musibah bagi si anak dan keluarganya. Prosesi pemotongan tidak boleh sembarangan. Anak gimbal sendiri yang menentukan waktunya. Jika dia belum meminta, maka gimbal akan terus tumbuh walaupun dipotong berkali-kali. Selain ritual-ritual yang harus dilakukan, sang orang tua juga harus memenuhi permintaan anaknya. Apapun permintaan mereka, seaneh dan sesulit apapun, harus disediakan pada saat prosesi pemotongan rambut. Ada-ada saja yang diinginkan oleh mereka. Dari yang wajar seperti sepeda atau sepasang ayam, yang aneh seperti sebumbung kentut, hingga yang sulit dipenuhi seperti satu truk sapi atau mobil sedan.

Bisa dibayangkan betapa repotnya bila memiliki anak gimbal seperti ini. Apalagi masyarakat percaya bahwa semua keinginannya harus dipenuhi karena kalau tidak maka si anak akan menderita sakit. Namun ternyata tidak. Orang Dieng menganggap bahwa anak gimbal adalah berkah yang akan membawa keberuntungan bagi mereka. Permintaan yang sulit pun cukup fleksibel dan bisa diakali. Bila si anak meminta satu truk sapi misalnya, si orangtua cukup membeli satu kilogram daging sapi dan meletakkannya di atas truk. Permintaan mobil sedan pun bisa dikabulkan dengan membelikan mainan berupa mobil-mobilan berbentuk sedan.
Setiap bulan Agustus atau Sura dalam penanggalan Jawa, diadakan prosesi ruwatan massal di kompleks Candi Arjuna (belakangan prosesi ini dijadikan sebagai atraksi wisata yang selalu mampu menyedot ribuan wisatawan dengan nama Dieng Culture Festival). Anak-anak gimbal dimandikan dengan air dari 7 mata air, diarak dan dilempari beras kuning dan uang koin, kemudian dipotong rambutnya oleh pemuka adat yang kemudian melarungnya di Telaga Warna.
Namun tidak semua orang tua dari anak berambut gimbal ini mengikutkan anaknya pada prosesi bersama tersebut, beberapa orang memilih untuk melakukan prosesi dan acara sendiri. Ada rasa tidak tega melihat anaknya harus memakai ikat kepala putih dan selendang dari kain mori yang biasa digunakan untuk membungkus mayat. Apalagi prosesi pelemparan beras kuning dan uang koin juga biasa dilakukan untuk upacara pemakaman jenazah orang yang sudah meninggal.

Fenomena anak gimbal ini memang sudah lazim di kalangan masyarakat Dieng. Namun bagi orang luar, peristiwa ini adalah sesuatu yang aneh, unik, dan mungkin sulit diterima dengan logika. Yang jelas, anak-anak gimbal ini ibarat menjadi “raja” yang akan dikabulkan semua keinginannya hingga masa ketika tiba waktu untuk dipotong mahkota gimbalnya. (Amin)

0 komentar: