Rabu, 28 Oktober 2015

EBEG BANYUMASAN

Ebeg dari Dusun Dirun, Singamerta, Sigaluh
Pernah mendengar kesenian ebeg atau embeg? Barangkali belum, nama kesenian tersebut memang kurang tenar dibandingkan dengan nama kesenian sejenis seperti kuda lumping atau kuda kepang, ataupun jathilan yang terkenal diwilayah Jogja dan sekitarnya. Namun pada dasarnya, Ebeg atau embeg tidaklah jauh berbeda dengan kuda lumping ataupun jathilan. Bahkan bisa disebut kuda lumping versi Banyumasan. Istilah ebeg atau embeg ini berkembang di wilayah Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan sekitarnya.
Nama Ebeg atau embeg sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa, Ebleg. Ebleg punya arti lumping atau anyam-anyaman yang terbuat dari bambu. Bagi orang dulu, ebleg ini biasanya digunakan sebagai pagar rumah.
Ada beberapa versi mengenai sejarah asal usul kesenian ebeg ini. Ada yang menjelaskan bahwa ebeg dulunya adalah kesenian atau tarian yang menggambarkan latihan perang prajurit Mataram ketika melawan penjajahan Belanda. Latihan perang yang dilakukan para prajurit itu kemudian dimodifikasi oleh seniman untuk mengobarkan semangat perlawan rakyat serta untuk membumbungkan optimisme rakyat agar tetap semangat melawan penjajah. Sementara versi kedua menjelaskan bahwa ebeg dahulunya merupakan tarian sakral yang biasa diikut sertakan dalam upacara keagamaan.

Kamis, 22 Oktober 2015

KISAH KI AGENG SUTANALA MERDEN

Gerbang Makam Ki Ageng Sutanala
Berbicara tentang Merden adalah berbicara tentang sejarah, dimana menurut sejarah, pada awalnya Merden adalah sebuah kademangan yang secara pemerintahan bertanggungjawab langsung kepada penguasa Kerajaan Mataram. Sementara perkembangannya sekarang, Merden hanyalah sebuah desa. Desa Merden ini secara administratif masuk kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara.
Merden ini pernah menjadi bagian dari Kadipaten Wirasaba. Namun saat Wirasaba dipimpin Adipati Wargo Utomo II, beliau mengumumkan kebijakannya yang sangat terpuji, yaitu membagi wilayah kadipaten Wirasaba menjadi 4 wilayah kadipaten yang dibagikan pada saudara-saudara iparnya, yaitu :
1.      Daerah Wirasaba diserahkan kepada Ngabehi Wargi Wijaya putra No.3;
2.      Daerah Merden dengan wilayah ex Kawedanan Purworejo Klampok, diserahkan pada Wiro Kusumo putra No. 2 alian Ki Gede Senon;
3.      Daerah Banjar Petambakan diserahkan pada Wirayuda putra No. 4;
4.      Daerah Kejawar dikuasai oleh Joko Kaiman (Wargo Utomo II). Daerah ini merupakan cikal bakal Kabupaten Banyumas tahun 1585 dengan sebutan Adipati Mrapat.

Sejarah panjang daerah Merden ini mencatatkan salah satu tokohnya bernama Ki Ageng Suta. Ki Ageng Suta merupakan seorang pemimpin yang sombong. Ia membuat rekayasa untuk merebut kademangan Merden dari Raden Sutawijaya. Caranya dengan membuat rekayasa agar Raden Sutawijaya magang di Keraton Surakarta, sehingga Kademangan yang kosong ditinggalkan Raden Sutawijaya dititipkan ke Ki Ageng Suta.

Kamis, 15 Oktober 2015

KESENIAN JEPIN

Jepin saat Parade Budaya Banjarnegara 2014
Kesenian Jepin merupakan salah satu kesenian yang berkembang di Kabupaten Banjarnegara. Jepin ini termasuk kesenian yang bernafaskan islam.
Menurut sejarahnya kesenian Jepin yang bernafaskan Islam ini lahir pada masa penjajahan Jepang. Kesenian ini awalnya diberi nama Rodad dan Cimoi, karena pakaian-pakaian kesenian Rodad dan Cimoi dirampas oleh penjajah Jepang maka kesenian tersebut berubah nama menjadi Jepin.
Jepin berasal dari kata Je dan Pin yang dapat diartikan Je berarti Jaman Pin berarti pindahan, atau Je berarti jaman Pin berarti penjajahan, dan Je berarti jaman Pin berarti dijajah Jepang.
Dilihat dari sajian keseniannya, Jepin menggambarkan olah kanuragan Beladiri pada waktu jaman serdadu Jepang. Gerakan-gerakan yang digunakan adalah gerakan dasar pencak silat pada jaman dulu yang terdiri dari 20 jurus, serta dari pola lantainya menampakkan pejuang yang sedang baris- berbaris.

Senin, 12 Oktober 2015

TUGU BATAS PERJANJIAN RENVILLE

Tugu Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Dinamakan Perjanjian Renville karena diambil dari nama kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda. Kala itu Kapal perang USS Renville berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya.

Senin, 05 Oktober 2015

SEJARAH ADIPATI MANGUNYUDO SEDOLOJI

Makam Sedoloji Sebelum Dipugar
Adipati Magunyudo Sedo Loji adalah anak dari R. Banyakwide serta cucu dari R. Tumenggung Mertoyudan (Bupati Banyumas IV). Pada masa pemerintahan Yudonegoro I, R. Banyakwide diangkat sebagai Kliwon (Patih) di Kadipaten Banyumas, meskipun diangkat sebagai Kliwon di kadipaten Banyumas, R. Banyakwide tetap berdomisili di Banjar Petambakan hingga akhirnya beliau diangkat menjadi Adipati Banjar Petambakan.
Sepeninggal R Banyakwide, tampuk kepemimpinan Kadipaten Banjar Petambakan digantikan oleh R. Mangunyudo, disinilah awal mula pemberontakan-pemberontakan Adipati Mangunyudo I terhadap penjajahan Kolonial Hindia Belanda.
Salah satu peristiwa paling besar yang melibatkan Adipati Mangunyuda adalah peristiwa Geger Pecinan. Geger Pacinan adalah tragedi pemberontakan Bangsa Tionghoa kepada VOC Hindia Belanda. Ketika terjadi geger Pacinan di Kartosuro itu, mataram Kartosuro dipimpin oleh Paku Buwono II. Sementara Kadipaten Banjar Petambakan waktu itu dibawah pimpinan R Ngabehi Mangunyudo yang bergelar Hadipati Mangunyudo I. Kala itu,  R Ngabehi Mangunyudo mendapatkan perintah dari Paku Buwono II untuk membantu menghancurkan loji (Benteng) VOC di Kartosuro tapi dengan satu syarat agar ia tidak membunuh pasangan suami isteri orang Belanda yang berada di Loji paling atas.

Jumat, 02 Oktober 2015

EKS KAWEDANAN PURWAREJA-KLAMPOK

Pendapa Eks Kantor Kawedanan
Di masa kolonial, sistem pemerintahan daerah tidaklah seperti sekarang ini. Dalam model pemerintahan Kolonial, terdapat model Kawedanan. Pemangku wilayahnya disebut Wedana. Kawedanan ini strukturnya di bawah Kabupaten, dan diatas Kecamatan. Seperti semacam kumpulan KecamatanBentuk pemerintahan Kawedanan ini pernah ada di Kabupaten Banjarnegara. Bekas Kawedanan tersebut salah satunya adalah Kawedanan Purwareja-Klampok.
Nama Purwareja-Klampok sekarang menjadi nama salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara. Letaknya berada di bagian barat, tepat berada di jalan raya penguhubung Banyumas-Banjarnegara.
Banyak bangunan peninggalan kolonial di Kecamatan ini. Menurut sejarah yang didapat dari berbagai sumber, Purwareja-Klampok dulunya merupakan kota yang sibuk dan ramai. Salah satu bukti keramaian wilayah ini, dulu pernah berdiri sebuah pabrik gula, namun sekarang pabrik gula tersebut sudah mati.