Sabtu, 19 Oktober 2013

Tri Mangulah

Ada salah satu pepatah mengatakan, bahwa mulutmu harimaumu. Pepatah lain mengatakan diam adalah emas. Bagi umat Islam, salah satu hadis juga menerangkan bahwa lebih baik diam daripada ngomong yang tidak ada gunanya.
Beberapa pepatah itu mengindikasikan bahwa dalam hidup bermasyarakat, manusia harus berhati-hati dalam berbicara, jangan asbun (asal bunyi). Perlu dipikirkan dengan sebenar-benarnya apa yang mau dikeluarkan dari mulut. Danjika sekiranya tidak mampu menjaga ucapan lebih baik diam.
Dalam budaya Jawa, ada salah satu trik atau cara agar manusia menjaga bicaranya. Tata aturan dalam berbicara ini termaktub dalam filsafat Tri Mangulah. Tri Mangulah terdiri atas 3 jenis, yaitu :
1.      Muna : menawi badhe gineman mikir rumiyin pundi tembung ingkang trep. (Kalau akan berbicara berpikir dulu apa yang akan dikatakan dan apa perlu dibicarakan)


2.  Muni : tembung ingkang sampun dipun pilih, lajeng dipun damel ukara lajeng dipun wayahaken. Setelah berpikir apa yang akan dikatakan, selanjutnya adalah memilih kata yang tepat dan pas untuk mengatakan apa yang sudah dipikirkan tadi. Dengan memikirkan benar-benar kata yang akan digunakan untuk berbicara, diharapkan perkatakan yang kita ucapkan pesannya bisa tersampaikan dengan baik dan tidak akan menyakiti perasaan orang lain.
3.    Makerti : solah bawa ingkang jumbuh kalihan sinten rikala gineman. Ketika akan berbicara, orang Jawa tidak hanya memperhatikan perkataannya saja, tapi juga harus memperhatikan tingkah lakunya. Gestur atau gerak-gerik tubuh kita juga harus diperhatikan, tidak boleh sok bergaya atau berlagak pintar. Serta kita juga harus melihat dan memperhitungkan dengan siapa kita berbicara.

Begitulah filsafat manusia yang harus diperhatikan ketika hendak berbicara. Jika setiap manusia di dunia ini memeperhatikan filsafat Jawa tri mangulah ini, niscaya setiap perkataan yang keluar dari mulut manusia akan mempunyai nilai kebaikan dan tidak akan menyakiti perasaan orang lain.

0 komentar: